Review The Fallout: Mengungkap Trauma Korban Selamat dari Penembakan Massal
Siapa yang sudah menonton serial Wednesday di Netflix? Gara-gara
serial tersebut, saya jadi lupa untuk menonton drakor saya dan menjadi fans
Jenna Ortega. Melalui perannya sebagai Wednesday Addam, Jenna mendapat nominasi
sebagai Best Performance by an Actress in a
Television Series di Golden Globe 2023. Kali ini
saya membuat review The Fallout, film keren Jenna Ortega lainnya.
Film ini ada tayang pada 17 Maret 2021. The Fallout ditulis dan
diarahkan oleh Megan Park. Sejak awal film, saya bisa menikmati perubahan emosi
Vada Cavell (Jenna Ortega) yang menjadi siswi SMU dengan karakter ceria. Namun,
suatu siang, terjadi penembakan massal di sekolahnya hingga ia berkenalan
dengan Mia Reed (Maddie Ziegler) dan Quinton Hasland (Niles Fitch).
Fokus Pada Satu
Korban yang Menjadi Cerminan
Gun violence atau kejahatan dengan penembakan merupakan
sebuah kasus yang menjadi polemik di Amerika Serikat. Sudah banyak protes dan
demo yang dilakukan warga AS agar pemerintah memberlakukan pembatasan kepemilikan
senjata api untuk warga sipil. Sudah tidak terhitung kasus penembakan massal di
berbagai lokasi, termasuk sekolah, yang menewaskan banyak anak muda.
The Fallout mengangkat tema yang sensitif ini dari ruang
lingkup kecil. Penembakannya saja tidak diperlihatkan di dalam film, hanya
terdengar suara jeritan dan juga suara pistolnya. Vada dan Mia sedang berada di
toilet perempuan waktu itu dan seketika mereka bersembunyi di satu bilik kecil
ketika mendengar rentetan suara tembakan.
Vada and Mia |
Kepanikan semakin terlihat ketika Quinton menerobos masuk dengan
baju bersimbah darah. Dalam beberapa menit awal, saya bisa merasakan betapa ngerinya
suasana di sana. Lalu cerita berputar melalui sudut pandang Mia dengan segala
traumanya.
Vada tidak masuk sekolah selama berhari-hari semenjak kasus
penembakan terjadi. Ia seolah tak memiliki emosi dan linglung. Keluarganya pun
berusaha menguatkan Vada, tetapi Vada seolah menutup diri dan apatis dengan
rencana orang tuanya untuk konsultasi ke psikiater.
Mia yang biasanya aktif mengunggah video menarinya dan juga
berlatih dance akhirnya juga memilih untuk menutup diri. Vada menghadiri
beebrapa pemakaman korban tewas termasuk keluarga Quinton. Ketiganya semakin
akrab setelah masing-masing mencurahkan perasaannya masing-masing.
Mekanisme
Bertahan yang Menyakitkan
Sebagai seorang remaja yang masih serba labil, Vada tidak tahu apa
yang ia mau. Sahabat terdekatnya bisa bangkit dan menjadi pembicara untuk
menuntut pembatasan penggunaan senjata api mewakili para korban yang selamat,
sedangkan Vada hanya sibuk di kamar dan sesekali ke rumah Mia.
Tidak banyak dialog filosofis di dalam film ini. Sepintas mungkin
kita mengira Mia dan Vada hanyalah remaja iseng yang bisa bersantai pascapenembakan.
Namun, dengan melihat sorot mata, mimik wajah, dan juga sikap mereka yang gugup,
saya bisa membaca betapa beratnya trauma yang dialami Vada.
Vada merasa jika ia tidak ingin menjadi beban bagi orang tuanya yang
terus khawatir. Hati saya ikut sedih ketika melihat adegan ibu Mia yang sedang
tertawa ketika membuat kue dengan adik perempuan Vada. Gadis itu terlihat putus
asa dan cemburu. She wants to laugh wholeheartedly, but she feels empty.
Setelah sempat berkonsultasi ke
psikiater, Vada mencoba Kembali ke sekolah. Rupanya ia semakin gelisah dan
melakukan hal-hal negatif yang sebelumnya tidak akan ia lakukan, seperti mengonsumsi
narkoba sampai melakukan hubungan terlarang di luar nikah. Mekanisme bertahan
yang dilakukan Vada terasa pedih. Ia butuh seseorang yang bisa membuatnya jujur
dan tidak berpura-pura bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Akting Jenna sangat luas range-nya di sini |
Koneksi
Keluarga Menjadi Penting Bagi Korban
Lewat film ini, saya semakin
sadar jika peran keluarga menjadi bagian terpenting dalam penyembuhan trauma.
Sahabat mungkin bisa menjadi tempat curhat, tetapi kekosongan di dalam perasaan
itu bisa dipenuhi lewat perhatian keluarga yang dilakukan tanpa menghakimi.
Saya menangis ketika Vada dan adiknya
berdialog di atas ranjang. Keran perasaan Vada baru terbuka ketika ia berbicara
dari hati ke hati dengan semua anggota keluarganya. Endingnya pun sangat
menohok dengan kesan yang membuat saya semakin menghargai hidup yang Tuhan beri
untuk saya.
Meskipun tidak tayang di layar bioskop
melainkan di HBO Prime, The Fallout mendapat pujian dari para kritikus
film. Film ini memenangkan tiga kategori di South by Soutwest Film Festival pada
2021dan melambungkan nama Jenna Ortega sebagai aktris berbakat dengan range
emosi sangat luas. Selain itu, The Fallout juga masuk nominasi Hollywood Critics
Association Midseason Awards untuk
film streaming terbaik dan aktris terbaik.
The Fallout adalah sebuah film yang
tidak disajikan secara menggurui. Film ini ditayangkan dengan sangat natural
tanpa musik berlebihan. Mungkin terkesan membosankan, tetapi semua adegannya
memikat mata dan hati saya. Review The Fallout ini berdasarkan penilaian
pribadi saya yang menahbiskan diri sebagai penggemar baru Jenna Ortega.
2 Komentar
Korban yang melihat kematian orang terdekat lainnya secara langsung pasti memiliki trauma yang berat. Sering lihat film kayak gini, menarik juga Fallout walau baru dengar. Apalagi film barat ini actionnya selalu memukai. Terima kasih review-nya!
BalasHapusAku malah akhirnya mutusin utk nonton Wednesday , saking banyak yg memuji serial itu. Dan baru eps 1 aja udh ketagihan. Jadi penasaran film fallout. Kebayang sih mba seremnya. Aku juga bingung kenapa di US sana kepemilikan senjata api bisa bebas. Pas aku kesana, kdg kebayang loh amit2 jangan sampe ada orang psycho yg sedang bawa senjata dan menembaki banyak orang .:(
BalasHapusSilakan berkomentar dengan sopan tanpa menyinggung SARA, ya ^_^