Review Pretty Little Liars Indonesia
Pretty Little Liars Indonesia adalah salah satu serial adaptasi yang saya tunggu ketika muncul pengumumannya di Viu. Serial ini diadapatasi dari Pretty Little Liars yang ditayangkan sampai 7 season di Amerika Serikat. Saya sempat membaca versi novel pertamanya dan langsung jatuh cinta. Tanpa pernah menonton series aslinya, saya memutuskan untuk menonton versi Indonesia.
Series ini menceritakan tentang empat mahasiswi cantik yang terikat dalam ikatan persahabatan penuh rahasia (bahkan bisa dibilang skandal bagi kehidupan mereka). Hanna (Anya Geraldine), Ema (Eyka Farhana), Sabrina (Valerie Thomas) dan Aria (Shindy Huang) pernah menjadi sahabat akrab di masa SMU lalu hubungan mereka merenggang setelah Alissa (Yuki Kato) menghilang mendadak.
Yang menjadi masalah adalah Alissa hilang setelah acara menginap bersama untuk merayakan kelulusan SMU. Kedatangan Aria ke Amerta tak serta-merta mengembalikan persahabatan mereka. Keempat gadis tersebut seolah tak ingin saling terkait lagi dengan kenangan lama, terutama dengan Alissa yang masih belum ditemukan. Sampai suatu hari, jenazah Alissa ditemukan. Tentu saja ini membuat Hanna, Ema, Sabrina, dan Aria ketakutan. Pasalnya mereka menerima pesan dengan inisial ‘A’ yang semula diduga dari Alissa. Jika Alissa telah tiada, lantas siapa yang meneror mereka?
Isu Remaja Menggugah Emosi dan Simpati
Masing-masing punya rahasia yang setengah mati ingin disembunyikan tetapi secara frontal diusik lagi oleh sosok misterius yang meninggalkan inisial ‘A’ ini. Walaupun penampilan keempat gadis tokoh utama serial ini terlihat stylish dan juga nampak dari keluarga berada, alur ceritanya tidaklah dangkal. Simpati pun tumbuh di hati saya sebagai penonton pada masa lalu masing-masing tokoh yang mewakili permasalahan para remaja. Mereka sedang mencari jati diri dan tak lepas dari kesalahan.
Ema dibesarkan di keluarga yang taat aturan. Ia selalu menampilkan sosok tenang dan feminin, namun sesungguhnya Ema merindukan kebebasan. Terjebak pada saat yang tidak tepat untuk jatuh cinta, dialami oleh Aria. Aria menjalin kedekatan dengan seorang pria yang baru dikenal di Amerta dan ternyata pria itu dosennya sendiri di kampus.
Saya paling merasa relate dengan Sabrina. Sabrina sangat ambisius dalam pelajaran. Ia mengambil banyak kegiatan dan kursus untuk meningkatkan nilai akademik serta prestasi di luar kampus. Padahal Sabrina hanya butuh pengakuan dari orang tuanya. Ia tidak suka dibandingkan dengan sang kakak yang selalu mendapat pujian. Ya saya tak mengalami kejadian yang persis dialami si Sabrina. Orang tua juga suportif tetapi ambisi itu terwujud karena ingin diakui. Itulah sosok saya di masa SD yang untungnya segera terdeteksi orang tua sehingga tidak sampai kebablasan.
Tokoh Hanna juga menarik untuk dikaji. Sekilas ia terlihat sebagai gadis bandel yang doyan mengutil di toko sampai berurusan dengan polisi. Kelakuan ini sebagai bentuk protes pada orang tua yang bercerai. Ditambah lagi ibu Hanna (Wulan Guritno) menjalani masa-masa sulit sebagai single parent, belum lagi hubungan dengan seorang polisi temperamental yang merongrong sang ibu. Hanna ingin kehidupan yang lebih damai.
Titik lemah geng cantik diumbar oleh sosok ‘A’ yang misterius. Rahasia-rahasia mereka selama ini dipegang oleh Alissa. Di sinilah sisi menarik dari serial ini. Alissa yang tampil hanya di adegan-adegan flashback, menunjukkan pengaruh besar untuk keempat sahabatnya. Sosok Alissa yang manipulatif, terlihat sangat baik namun sanggup menggunakan kelemahan sahabatnya untuk kepentingan senang-senang. Cukup mengerikan buat saya.
Bertumbuh dari Kecemasan Menjadi Kekuatan
Semenjak teror dari sosok ‘A’ berlangsung, hidup keempat sahabat cantik menjadi penuh tekanan. Positifnya, mereka akhirnya mau saling terbuka. Makin intens teror dari ‘A’, maka makin erat persahabatan Anya, Sabrina, Ema, dan Hanna. Mereka berusaha mencari si pelaku teror. Tidak seperti sinetron Indonesia di TV lokal, penonton tidak akan menemukan adegan tertabrak-marah-jatuh cinta. Apalagi adegan aneh semacam si protagonis yang sabar menjadi bulan-bulanan antagonisnya.
This series shows us the great character’s development. Seperti halnya remaja pada umumnya. Ketika dihadapkan pada rangkaian masalah berat, anak muda bisa saja bertindak gegabah. Hubungan orang tua dan anak menjadi isu yang ditekankan di serial ini. Kilasan balik mengenai Alissa juga menunjukkan fenomena si Queen Bee yang dominan, cantik, dan mudah mengendalikan situasi. Semua sahabat Alissa mengalami fase love-hate dengan sosok Alissa.
Dari jajaran pemain muda, sosok Yuki Kato dan Eyka Farhana terlihat menonjol dari yang lain. Maklum jam terbang mereka sudah cukup tinggi. Namun jangan remehkan chemistry para gadis muda ini. Persahabatan mereka terasa nyata, menyentuh, serta sesekali membuat kesal. Saya salut dengan keberanian Valerie Thomas dan Shindy Huang yang berani beradegan cukup mesra bersama lawan main. Percumbuan mereka tidak sampai sepanas serial Hollywood tetapi tentu saja ini ‘kurang ramah’ untuk dilihat ABG atau anak kecil. Ada beberapa perubahan konflik tokoh untuk menyesuaikan dengan budaya Indonesia.
Overall, Pretty Little Liars Indonesia terlihat digarap serius oleh rumah produksinya. Para bintang muda juga cukup bagus dalam menjalin relasi dengan pemain senior seperti Wulan Guritno dan Irgi Fahrezi. Totalitas tim membuahkan hasil. Serial ini mendapat penghargaan Best TV Format Adaptation (Scripted) in Asia di ajang Content Asia Award 2020.
0 Komentar
Silakan berkomentar dengan sopan tanpa menyinggung SARA, ya ^_^